Malam itu Mona terlihat cantik dan sexy sekali dengan mengenakan gaun malam yang bisa membuat mata lelaki yang memandangnya menelan air liur dan terbangkit birahinya, gaun malam mini warna hitam dengan belahan yang menampakkan bulatan payudaranya serta bagian punggung yang terbuka lebar memperlihatkan kemulusan punggungnya, sementara tali gaunnya yang kecil terikat di tengkuknya.
Warna hitam gaunnya sangat kontras dengan warna putih bersih kulitnya, kedua puting payudaranya tercetak samar-samar di gaun malamnya, nampaknya Mona tidak mengenakan bh dibalik gaunnya itu, karena warna gaunnya yang hitam tonjolan kedua putingnya tidak terlalu kentara jika hanya sekilas memandang, gaun warna hitam yang Mona kenakan tidak terlalu ketat membalut tubuh Mona, memang Mona memilih yang tidak terlalu ketat agar bisa leluasa bergerak, tetapi tetap memperlihatkan bentuk tubuh Mona yang sexy.
Malam itu Mona memang diajak oleh suaminya untuk makan malam dan seperti yang suaminya jelaskan ditelpon tadi siang, suaminya akan mengadakan jamuan makan malam untuk clientnya, sebetulnya Mona merasa malas untuk datang, karena ia pikir acara makan malam ini pasti membosankan, karena selama makan malam ia hanya akan mendengarkan obrolan soal bisnis saja dan ia hanya akan jadi pajangan selama makan malam berlangsung, apalagi ia berpikir pasti teman bisnis suaminya ini seumuran dengan suaminya yang sudah kepala 5, Mona sudah membayangkan acara itu bakalan betul-betul membosankan. Tapi suaminya memaksa ia untuk ikut alasannya suaminya sudah lama tidak mengajak makan malam karena kesibukannya.
Tepat jam 6 sore, mobil suaminya tiba dihalaman rumahnya, melihat itu Mona keluar rumah dan mengunci pintunya, saat itu supir suaminya telah turun dari mobil dan membukakan pintu mobil dibagian penumpang, Monapun bergegas naik kedalam mobil.
“Sore, Bu,” supirnya menyapa istri majikannya.
“Sore, Din, Bapak mana?,” jawab Mona dilanjutkan dengan bertanya keberadaan suaminya.
“Tadi sudah saya antar duluan ke hotel xxx, lalu saya disuruh kesini untuk jemput ibu dan mengantar ibu ke tempat tadi,” jawab Udin menjelaskan.
“Oh, ya sudah, ayo jalan, Din,” kata Mona.
Setengah jam kemudian tibalah di hotel xxx, kemudian ia turun dan langsung menuju ke restoran yang telah disebutkan oleh suaminya tadi siang, saat ia melewati lobby semua mata lelaki yang berada di situ tidak berkedip memandangi Mona, sesampainya di restoran seorang pelayan menyambutnya, kemudian Mona menanyakan meja suaminya, pelayan ini kemudian mengantar Mona ke meja suaminya.
“pak Fendi , ini Mona istriku, dan Mah, ini pak Fendi clientku yang tadi siang kuceritakan,” kata suaminya setibanya Mona di meja mereka.
“Malam, Bu,” Fendi menyapa Mona, sambil menyorongkan tangannya untuk menjabat tangan.
“Malam, Pak,” jawab Mona sambil menyambut tangan Fendi .
Kemudian dengan penuh sopan Fendi mempersilahkan untuk duduk, Mona sedikit terkejut dengan client suaminya ini, tebakan dia jauh meleset, karena kalau dilihat dari wajahnya, umur dari client suaminya ini paling seumuran dia, wajahnya ganteng, tubuhnya atletis beda jauh dengan tubuh suaminya, genggaman tangannya hangat ia rasakan, tatapan matanya membuat jantungnya berdetak kencang.
Saat makan malam berlangsung Mona sering mencuri pandang tanpa diketahui oleh suaminya, kadang-kadang tatapan matanya bentrok dengan mata Fendi yang kebetulan sedang menatap ke dia. Mona merasakan jantungnya berdetak dengan kencang setiap mata mereka beradu, kedua pipinya merona merah entah karena tatapan Fendi atau karena pengaruh Wine yang mereka minum yang entah sudah berapa gelas yang mereka minum, wajah Mona semakin Nampak mempesona dengan semburat merah yang menghiasi pipinya, Fendi sendiri semakin sering mencuri pandang melihat Mona saat mendengarkan penjelasan soal kontrak bisnis dari suaminya.
Mona melihat suaminya begitu antusias menjelaskan tentang kontrak bisnis itu dan nampaknya suaminya mendominasi pembicaraan ini, Mona melihat wajah suaminya yang sudah memerah karena pengaruh alcohol, Mona melihat Fendi kadang-kadang mengangguk tanda setuju lalu tersenyum.
“Jadi, bagaimana, pak Fendi ?” tanya suaminya
“Apanya,”Fendi balik bertanya, ia agak sedikit kaget karena saat itu ia sedang memperhatikan istrinya.
“Soal, kontrak bisnis kita, Apa proposal yang saya berikan tadi siang sudah dipelajari?” tanya suaminya lagi.
“Oh, soal itu, sudah saya pelajari dan ada beberapa syarat tambahan yang ingin saya tambahkan dalam proposal itu,” jawab Fendi.
“Syarat apa saja, Pak?” kembali suaminya bertanya.
“Wah, saya lupa, tapi saya sudah kasih note kok di proposal bapak tadi,”Fendi menjawab.
“OK..OK..proposalnya pak Fendi bawa sekarang?” suaminya bertanya kembali.
“Hahaha…pak Hendro memang pebisnis tulen, kita kan lagi makan malam jadi saya tidak bawa,”Fendi menjelaskan.
“Hehehe…bukan begitu pak Fendi , alangkah bagusnya kalau kita bisa selesaikan malam ini, syarat-syarat tambahan pak
Fendi akan saya lihat, kalau tidak terlalu memberatkan pihak kami, saya akan langsung setujui, terus kita bisa tanda tangani pra-kontrak itu, baru besok kita buat kontrak kerjasamanya,” suaminya menjelaskan.
“Baik..baik.. saya ambil proposal dulu, pak Hendro dan ibu bisa tunggu saya disini,”Fendi berkata sambil tersenyum.
“Oh, gak usah repot-repot, pak, bagaimana kalau kita ikut bapak saja, itu kalau bapak gak keberatan, soalnya begini pak, daripada bapak bolak-balik,lebih baik kami yang kekamar bapak, setelah selesai, kami langsung pulang dan pak Fendi bisa langsung istirahat,” Suaminya menimpali tawaran Fendi.
“Hhmmm…baiklah, tapi apa tidak lebih kalau bapak saja yang ikut dan ibu bisa menunggu disini, soalnya takut nanti orang berprasangka buruk tentang ibu” Fendi berkata kembali.
“Ah, bapak, tidak apa-apa, kan saya ini suaminya, jadi tidak akan ada yang berprasangka buruk soal dia, lagipula lebih kurang baik kalau dia sendirian duduk disini,” suaminya menjelaskan.
“Oh, iya pak Hendro betul juga,” Fendi mengangguk setuju setelah mendengar penjelasan suaminya.
Akhirnya mereka beranjak meninggalkan restoran itu menuju kekamar Fendi, ternyata Fendi tinggal di salah satu kamar yang mewah yang ada di hotel ini, kamarnya terdiri dari dua bagian, bagian pertama saat masuk terdapat Bar dipojok sebelah kanan pintu masuk, lalu ada sofa 321 dan meja kerja, sementara tempat tidurnya terletak dibagian yang satunya lagi, Mona memperkirakan kamar mandi dan toiletnya ada di dalam kamar tidurnya, Fendi mempersilahkan Mona dan suaminya duduk, sementara dia sendiri menuju meja kerja untuk mengambil proposal, Fendi menyerahkan proposal tersebut ketangan suaminya, suaminya langsung membaca kembali proposal tersebut yang telah banyak coretan-coretan dan tambahan-tambahan dari Fendi, nampak kepala suaminya manggut-manggut saat membaca proposal tersebut.
“OK…OK…pak Fendi, saya sudah baca kembali dan saya tidak keberatan dengan penambahan-penambahan dari bapak,”kata suaminya.
“bagus kalau begitu saya senang jika bapak dan ibu menyetujui syarat tambahan dari saya, selanjutnya bapak tinggal paraf di setiap coretan-coretan saya dan tanda tangani, lalu saya akan melakukan hal yang sama,” Fendi berkata sambil tersenyum penuh arti.
“Hahaha..bapak bisa aja, istri saya pasti setuju dengan syarat tambahan bapak, kan kontrak kerja ini akan menambah keuntungan untuk kedua perusahaan kita dan otomatis menambah keuntungan juga buat dia,”suaminya berkata menjelaskan, sementara Mona sendiri hanya dapat tersenyum tanpa mengerti sedikitpun tentang hal ini.
“Ok, saya akan suruh pelayan untuk memfotocopy proposal ini, nanti aslinya saya simpan, pak Hendro bawa copyannya, jadi besok bapak bisa suruh orang bapak untuk buat proposal yang sudah direvisi ini, saya akan datang kekantor bapak besok untuk menanda tanganinya,”kata Fendi.
“Ok, pak,” jawab suaminya singkat.
Kemudian Fendi beranjak menuju kekamar tidurnya, Mona mendengar sayup-sayup suara Fendi dari dalam kamar, nampaknya Fendi sedang menelpon pelayan untuk datang kekamarnya, Mona sedikit heran kenapa Fendi menelpon dari dalam kamarnya, sementara dimeja kerja juga ada telpon.
Tak lama berselang Fendi keluar dari ruangan dan ia menjelaskan kepada suaminya untuk menunggu sebentar, karena ia sedang memanggil pelayan untuk memfotocopykan proposal yang sudah mereka tanda tangani. Sambil menunggu kedatangan pelayan, kami mengobrol ringan, Mona melihat suaminya sudah agak mabok akibat pengaruh Wine yang mereka minum saat makan malam tadi.
Kira-kira lima belas menit kemudian bel pintu berbunyi, Fendi beranjak dari duduknya untuk membukakan pintu, Nampak oleh pelayan hotel berjumlah 2 orang masuk sambil membawa bucket (ember dari stainless steel), disetiap bucket itu terisi oleh botol, nampaknya waktu menyuruh pelayan datang itu Fendi sekalian memesan Champagne, pelayan itu meletakkan pesananFendi di meja Bar, kemudian Fendi menyerahkan proposal dan meminta mereka untuk memfotocopykannya.
“Pak Hen, bagaimana kalau kita merayakan kerjasama ini sambil minum Champagne,” tawar Fendi.
“OK, pak, hal ini memang wajib untuk dirayakan agar kerjasama kita semakin baik,”sambut suaminya semangat.
Mona sedikit khawatir melihat keadaan suaminya, ia takut nanti suaminya mabok dan tertidur disini, tidak mungkin dia harus memapahnya kalau sampai hal itu terjadi, tapi dalam hatinya membatin biar kalau nanti suaminya tertidur dia akan meminta pelayan untuk memapahnya ke mobil, sementara pikirannya sedang memikirkan hal itu, Fendi sedang berjalan kearah mereka sambil membawa gelas berisi Champagne di kedua tangannya.
“Mari kita bersulang semoga kerjasama kita ini akan sukses, minumnya harus sekaligus habis, karena dengan itu menandakan bahwa tidak akan ada penundaan dalam hal kerja sama kita ini”kata Fendi setelah menyerahkan gelas kepada Mona dan suaminya.
“Beres, pak, ‘Bottom Up’,” kata suaminya, Mona sendiri hanya membalas dengan senyuman.
Mereka bertiga langsung menenggak habis minuman masing-masing, setelah habis Fendi mengambil gelas kosong itu dan kembali beranjak ke Bar untuk mengisi lagi gelas kosong tersebut.
“Satu kali lagi kita bersulang,” sahut Fendi setelah menyerahkan gelas yang sudah terisi oleh Champagne ke Mona dan suaminya.
“OK, once more,”kata suaminya sambil terkekeh-kekeh, Mona melihat keadaan suaminya dan ia tahu bahwa suaminya sudah semakin dipengaruhi oleh alcohol.
Mereka kembali menegak minuman itu kembali dalam satu tegukan gelas mereka kembali kosong, kemudian Fendi beranjak ke Bar untuk mengambil botol champagne, setelah itu ia kembali mengisi gelas-gelas mereka yang sudah kosong tadi, sekarang ini Fendi tidak mengajak untuk bersulang, Fendi dan Mona meminum satu teguk saja dan menaruh gelas mereka di meja, sementara Hendro meminum Champagne tersebut sampai habis dengan sekali teguk saja dan tanpa menunggu Fendi untuk mengisi kembali gelasnya yang sudah kosong, ia mengambil sendiri botol Champagne itu dan menuangkannya ke gelasnya yang sudah kosong, saat itu bel pintu kembali berbunyi, Fendi beranjak menuju kepintu dan membukanya, Nampak oleh Mona salah satu pelayan yang tadi datang menyerahkan dokumen ke Fendi, sambil mengucapkan terima kasih Fendi menyelipkan tip ketangan pelayan tersebut dan menutup pintu kamarnya.
Yang tidak disadari oleh Mona dan suaminya adalah ketika Fendi menuangkan minuman yang pertama dan kedua, saat itu Fendi memberikan campuran kedalam minuman mereka, cairan itu berasal dari dua botol kecil yang berbeda. Nampaknya Fendi sudah merencakan hal ini saat dia menelpon dari dalam kamarnya, cairan yang dia masukkan kedalam gelas Mona adalah cairan perangsang sementara yang dimasukkan kedalam gelas suaminya adalah cairan obat tidur.
“OK, pak terimakasih, akan saya suruh anak buah saya untuk merevisi proposal sesuai dengan kesepakatan kita, sekarang kami pamit pulang dulu,”kata Hendro dengan mata hampir terpejam, saat ia menerima dokumen tersebut dari Fendi.
“OK, sampai ketemu besok dikantor bapak,” balas Fendi.
Mona dan suaminya berdiri, kemudian melangkah menuju kepintu, tetapi baru sekitar enam langkah tubuh Hendro mulai limbung, untung Fendi yang berada disampingnya sempat meraih tubuh tersebut, kelihatannya Hendro sudah betul-betul tumbang akibat pengaruh alKohol dan pengaruh obat tidur yang dicampurkan oleh Fendi tadi, bukan hanya suaminya saja yang sudah terpengaruh, tapi Mona sendiri yang berjalan dibelakang juga sudah dipengaruhi oleh obat perangsang yang dicampurkan oleh Fendi tadi, Mona merasakan keganjilan ditubuhnya terutama di daerah sensitifnya seperti dipayudara dan divaginanya, ia merasakan gatal dan geli yang aneh dan ia menginginkan daerah-daerah tersebut disentuh, dibelai, dan diremas, sementara lubang kemaluannya menginginkan sodokan-sodokan batang kemaluan lelaki. Mona berusaha untuk menutupi hal tersebut tetapi semakin ia lawan semakin kuat hasratnya.
Sambil berusaha untuk melawan hasrat tersebut, Mona membantu Hendro untuk memegangi suaminya, yang ia lihat sudah tertidur, kemudian Mona mendengar Fendi berkata untuk membaringkan sebentar suaminya ditempat tidur, tanpa membantah Mona mengikuti gerakan Fendi yang memapah suaminya keruangan tidur, setelah merebahkan suaminya ditempat tidur Mona meminta ijin kepada Fendi untuk menggunakan kamar mandinya, Fendi pun mempersilahkan Mona untuk menggunakan kamar mandinya.
Mona tidak melihat Fendi saat ia keluar dari kamar mandi, setelah melihat keadaan suaminya yang Nampak tertidur dengan lelapnya, Mona pun beranjak kearah ruang tamu dan ia melihat Fendi sedang berada di Bar sedang membuka botol Champagne yang satunya lagi dan ia melihat botol Champagne yang pertama sudah kosong, melihat kedatangan Mona, Fendi menawarkan minuman lagi, yang dijawab dengan anggukan oleh Mona, sambil berjalan kearah Bar.
Setelah menuangkan minuman kedalam gelas, Fendi berjalan kearah Mona yang sudah berdiri di meja Bar, diserahkannya gelas yang berisi Champagne ke Mona, kemudian Fendi mengadukan bibir gelasnya ke bibir gelas Mona, mereka pun meminum satu teguk minuman itu kemudian menaruh gelas mereka di meja Bar, mereka kemudian terlibat perbincangan ringan, saat itu Mona baru menyadari posisi berdiri Fendi yang sangat dekat dengan dirinya, aroma tubuhnya yang harum tercium oleh Mona dan menambah rangsangan aneh kepada dirinya.
Tiba-tiba dengan lembut Fendi membalikkan tubuh Mona, wajah mereka begitu berdekatan, Mona merasakan nafas yang keluar dari hidung Fendi menerpa wajahnya, dengan lembut Fendi mengangkat dagu Mona lalu Fendi mengecup perlahan bibir Mona, Mona merasakan getaran aneh yang mengalir saat bibirnya tersentuh oleh bibir Fendi, matanya terpejam mulutnya sedikit terbuka, Fendi yang melihat ini tersenyum, kemudian ia mengecup kembali bibir Mona dengan lembut, dilanjutkan dengan jepitan bibirnya kebibir bagian bawah, dihisapnya bibir bagian bawah sehingga membuat Mona mendesah.
“Ohhhh…,” Mona mendesah.
Fendi melanjutkan aksinya dengan melumat seluruh bibir, lidahnya mulai menerobos masuk ke dalam rongga mulut Mona, kemudian lidahnya menari didalam rongga mulut. Mona membalas dengan menyentuhkan lidahnya kelidah Erwin, lidah mereka menari bersentuhan didalam rongga mulut Mona.
Sambil tetap mencumbu mulut Mona, tangan Fendi mulai beraksi, diraihnya ikatan tali gaun Mona lalu ia tarik, dan ia lepaskan ikatannya, dengan perlahan tapi pasti gaun yang dikenakan oleh Mona mulai meluncur perlahan kebawah kakinya, saat ini hanya CD hitam yang masih melekat ditubuh Mona, kedua tangan Fendi perlahan-lahan mulai turun dari leher yang jenjang ke arah kedua bukit kembar, setelah kedua bukit kembar Mona berada dalam genggamannya Fendi mulai meremas-remas kedua payudara, yang kadang-kadang ditingkahi oleh pilinan-pilinan lembut di kedua puting susunya.
“Hhhmpp…ssshhh…oohh…,”desah Mona merasakan nikmatnya sentuhan dan remasan tangan Fendi di kedua payudaranya, pikiran sehatnya sudah terpengaruh oleh rangsangan obat dan belaian jemari Fendi, ia tidak memperdulikan bahwa suaminya sedang tertidur diruangan sebelah dan mungkin saja bisa bangun kapan saja.
Aksi Fendi semakin menjadi, ia tahu bahwa Mona sudah dalam pengaruh obat perangsang yang ia berikan tadi, dan ia juga tidak takut akan suaminya yang bisa bangun kapan saja, karena ia tahu bahwa suaminya tidak akan bangun sampai besok pagi, obat tidur yang ia berikan tadi cukup membuat orang akan tertidur sampai 20jam, jadi ia akan punya kesempatan untuk menikmati tubuh indah istri clientnya ini sampai puas.
Ciuman Fendi berpindah ke leher, membuat Mona semakin menggeliat, lalu menurun kearah dada, dengan lembut putting susu sebelah kanan Mona dikecup oleh Fendi, dilanjutkan dengan jilatan-jilatan diputing tersebut dan kadang-kadang dihisap-hisapnya susu payudaranya, tangan kirinya masih aktif dengan remasan dan pilinan disusu dan puting sebelah kiri, sementara tangan kanannya mulai meluncur kearah selangkangan Mona, dengan gerakan perlahan tapi pasti tangan kanan Fendi menyelusup kedalam CD, terasa oleh Fendi kemaluan Mona sudah basah, jemari Fendi menggesek-gesek klitoris dengan lembut, kombinasi aksi yang dilakukan Mona membuat semakin mendesah, rintihan nikmatnya meluncur tanpa henti dari mulut Mona.
“Oohh..enak..terus..kamu hebat oohh..melayang aku jadinya…puaskan aku..ohh..,”rintih Mona.
Tangan kiri Fendi menghentikan aksinya dan meluncur turun kearah CD Mona, iapun menarik keluar tangan kanannya, lalu dengan kedua tangannya CD Mona mulai dilepas perlahan-lahan, sementara ciumannya mulai merambat turun, saat bibirnya sampai diselangkangan, CD Mona pun sudah turun sampai ke kaki, dengan lembut diangkatnya sedikit kaki kiri sehingga CD terlepas dari kaki sebelah kirinya, lalu ia meletakkan kaki Mona di pijakan kaki kursi bar, setelah itu ia meregangkan kaki kanannya, selangkangan Mona sedikit terbuka dengan posisi ini, Fendi pun mulai mejilati kelentit Mona dan kadang-kadang ditingkahi dengan hisapan-hisapan lembut, dua jari tangan kanannya ia masukkan kedalam rongga kemaluan Mona dengan perlahan, Mona melenguh akibat double action yang dilakukan oleh Fendi.
“Ohh…Fen, nikmat sekali, terus Fen, hisap itilku, yach begitu, Oh..,”lenguh Mona, merasakan nikmat yang luar biasa, tanpa disadari panggilan bapak yang dari makan malam tadi ia lontarkan sudah berganti menjadi panggilan nama.
“Yach..terus..begitu..oh enak sekali, puaskan aku..Fen,” kembali Mona melenguh saat Fendi mulai mengocok kemaluannya dengan kedua jari tangannya dan hisapan-hisapan di kelentitnya.
Gerakan tangan Fendi yang keluar masuk di kemaluan memek Mona semakin menjadi, kadang-kadang ia putar-putar jari tangannya, kadang-kadang ia pijat-pijat dinding memek Mona oleh tangannya, sementara tangannya beraksi mulutnya tidak berhenti menjilati dan menghisap-hisap kelentit Mona.
“Oh..aku tidak tahan lagi, aku mau keluar, oohhh…nikmaat..sekalii…aaaghhh …aaku..keluar,” Mona mengerang saat ia mencapai puncak kenikmatannya.
Sssrrrrr….ssrrrr….sssrrrr….. tubuh Mona mengejang, dan mengejut-ngejut saat vaginanya mengeluarkan cairan kenikmatannya, sementara tangannya meraih kepala Fendi dan menekan kepala Fendi kearah kemaluannya, pantatnya mengejut-ngejut seirama dengan kemaluannya yang menyemburkan lahar kenikmatannya, dinding vagina Mona berkedut-kedut itu yang dirasakan oleh tangan Fendi, Fendipun merasakan tangannya disiram oleh hangatnya cairan kenikmatan Mona, dan cairan itu mulai mengalir keluar lewat tangan Fendi.
Fendi segera berdiri setelah badai nafsu Mona mereda dan kejutan-kejutan tubuh Mona berhenti, tangan kirinya merengkuh tubuh Mona, tangan kanannya memegangi dagu lalu diciumi dengan lembut bibir Mona, kemudian tangan kanannya beranjak ke payudara, dengan lembut Erwin membelai-belai bulatan dan puting payudara Mona, mendapat perlakuan tambahan ini Mona merasakan sensasi yang berbeda dari pada biasanya, sisa-sisa kenikmatan yang berhasil ia raih semakin indah ia rasakan akibat perlakuan Erwin ini.
tidak berhenti disitu Fendi bahkan malah tambah mejilat lebih ganas dan tanpa sadar Mona malah mengangkat pantatnya tinggi-tinggi…… wajahnya memandangku seperti memohon kepadaku untuk segera memasukkan kemaluanku.. akhirnya aku mulai kasihan padanya. Aku segera mencari dompetku dan mengambil kondom, kupakai dengan cepat dan aku mulai menaiki dia, segera kuarahkan kemaluanku ke mekinya. dan perlahan tapi pasti kemaluanku amblas semua… dia kelihatan menggigit bibir menahan sakit. Sempit memang.. walaupun dia baru saja mengeluarkan sperma.. pelan-pelan mulai ku pompa dia, kutekan dan kutekan lagi sampai akhirnya dia mulai mengerakkan kepala kekanan dan kekiri seperti orang kesurupan dan lalu dia berteriak lagi… win.. aku keluuaaar..ahh..ahhh.
Aku menurunkan kecepatanku… tapi tiba2 dia bangun dan memintaku untuk di posisi bawah, dia segera menaikiku dan mulai bergerak naik turun. pada posisi ini aku dapat melihat seluruh tubuh yang mulus sambil tanganku tak henti2nya meremas dan memainkan pentilnya yang coklat kemerah-merahan itu..
Mungkin karena konsentrasiku terganggu dengan memandangi tubuhnya aku mulai merasakan akan segera memuntahkan spermaku… “. aku mau sampe….” Kataku. “Tahan bentar Fen, aku juga mau keluar lagi”…. Dan dia memompa lebih dahsyat dan …. dan…. Akhirnya aku sampai, cret..cret…. Mona tambah mempercepat gerakan dan akhirnya dia juga berteriak…. Fen.. ahhhhhh…. Dan akhirnya dia ambruk ke badanku.
Badan kami penuh keringat dan tapi diam saja dan aku malah memeluknya sambil pengelus-elus punggungnya. Setelah beberapa saat baru dia bangun dan aku melihat dia mengeluarkan air mata… “Kenapa? ada yang salah”…. Mona hanya menggeleng dan mengajakku ke kamar mandi.
Di kamar mandi kami mandi bersama, saling sabun, saling peluk…. Setelah selesai mandi kami mengenakan handuk dan kami duduk di sofa sambil aku peluk dia….
Aku tanya lagi “Kenapa nangis ?”…. akhirnya dia minta maaf padaku sampai terjadi ML denganku. Dia mengatakan bahwa dia tidak pantas melakukan itu padaku karena aku adalah suami orang.
Dia minta padaku untuk berjanji tidak akan mengulangi hal yang sama ini. Cukup sekali dan biarlah itu jadi kenangan indah saja dan aku menurut saja, karena aku tahu Mona adalah istri dari rekan kerjaku dan aku menghormati keputusan dia.
SELESAI
No comments:
Post a Comment